Suku Asmat di Papua


Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal dibagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.



                         
                                                Seorang dari suku Asmat tengah membuat ukiran kayu


Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah. Pada zaman dahulu, sering terjadi peperangan antarsuku atau antarkampung. Mereka saling membunuh. 

Jika suku Asmat membunuh seorang musuh, mayatnya dibawa ke kampung kemudian dimutilasi menjadi bagian kecil. Lalu, dibakar untuk dimakan bersama-sama penduduk kampung. Agak sadis kedengarannya, namun itulah salah satu ragam kebudayaan suku Asmat. Suku Asmat menyimpan banyak kesenian yang unik. Mereka memiliki baju adat sendiri yang kita kenal dengan Koteka. Koteka ini terbuat dari kulit labu. Bentuknya panjang dan sempit. Berfungsi untuk menutupi organ reproduksi kaum lelaki. Begitu juga dengan koteka untuk perempuannya, sama-sama bertelanjang dada seperti lelakinya dan mengenakan rok yang terbuat dari akar tanaman kering untuk menutupi organ reproduksinya.

Iklim di Papua sangat panas dan mereka hanya menggunakan koteka. Jadi, mungkin inilah yang menyebabkan suku Asmat berkulit hitam. Selain mengenakan Koteka, suku Asmat juga pandai merias atau mewarnai tubuh mereka dengan menggunakan bahan-bahan alami yang sederhana. Untuk mendapatkan warna merah, mereka menggunakan tanah merah yang dicampur air. Begitupun jika ingin mendapatkan warna putih, mereka membuatnya dari kulit kerang berwarna putih yang dihaluskan kemudian dicampur dengan air.


 Ukiran Kayu atau Patung


 Suku Asmat juga sangat mahir dalam membuat ukiran kayu atau patung Walaupun ukirannya tak terpola dengan jelas, namun setiap ukiran menggambarkan kebesaran suku Asmat dan penghargaan yang besar kepada nenek moyang mereka. Secara kasat mata, ukiran mereka bisa berbentuk perisai (dalam bahasa Asmat disebut Gembes), manusia, atau perahu.

Seni ukir suku Asmat ini amat populer hingga mancanegara. Banyak wisatawan yang mengagumi kesenian suku Asmat ini. Suku Asmat mengerti bahwa ukiran mereka memiliki nilai jual yang tinggi. Maka dari itu, banyak hasil ukirannya mereka jual. BIasanya kisaran harganya dari mulai seratus tribu sampai dengan jutaan rupiah.



Tari Tobe


Siapa yang tak tahu Tifa? Itulah alat musik tradisional suku Asmat. Bentuknya bulat memanjang mirip seperti gendang. Di permukaan tifa terdapat ukiran, menggambarkan lambang yang diambil dari patung Bis. Patung Bis adalah patung yang dianggap sakral oleh suku Asmat. Tifa ini biasa dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional suku Asmat, yaitu Tari Tobe atau yang disebut dengan Tari Perang.

Tari Tobe sering dimainkan saat ada upacara adat. Tarian ini dilakukan oleh 16 orang penari laki-laki dan 2 orang penari perempuan. Dengan gerakan yang melompat atau meloncat diiringi irama tifa dan lantunan lagu-lagu yang mengentak, membuat tarian ini terlihat sangat bersemangat. Tarian ini memang dimaksudkan untuk mengobarkan semangat para prajurit untuk pergi ke medan perang.
Kebudayaan suku Asmat masih tergolong asli dan belum tergerus oleh arus modernisasi. Kebudayaan mereka sangat unik. Adalah tugas kita sebagai rakyat Indonesia untuk melestarikan kekayaan budaya yang berlimpah dengan cara mempelajarinya dan menyaksikan pertunjukan-pertunjukan seni daerah di pusat-pusat adat dan kebudayaan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Penulis : asbar pratama ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Suku Asmat di Papua ini dipublish oleh asbar pratama pada hari Minggu, 26 Februari 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 2 komentar: di postingan Suku Asmat di Papua
 

2 komentar:

  1. lets touring Asmat, Papua, Indonesia u can see primitive culture in asmat. but enjoy this. coz u'll like that :D

    BalasHapus

Popular Posts